Site Loader

Indonesia memiliki alat pembayaran yang sah sebagaimana kita kenal dengan “Rupiah”. Rupiah sangat dekat kaitannya di kehidupan kita sebagai alat bertransaksi sehari-hari. Siapa sangka, rupiah telah menjalani perjalanan yang panjang.

Menelusuri sejarah dalam pencetakan uang Republik Indonesia, menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia yang telah berhasil mencetak uang sendiri sejak tahun 1946. Mata uang pertama yang dimiliki Republik Indonesia setelah merdeka adalah ORI. Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) telah berfungsi bukan saja sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga sebagai alat pengenal bagi kebersamaan perjuangan dan sebagai alat integrasi bangsa.

Kepingan peristiwa sejarah pencetakan ORI telah di dapatkan, yakni cerita heroik dan patriotisme oleh insan pendahulu Kementerian Keuangan dalam upaya membela serta mempertahankan keberlangsungan pencetakan Oeang Republik Indonesia yang notabene menjadi salah satu identitas kedaulatan kemerdekaan.

Kantor Bea Cukai Madiun mendapatkan informasi atas kepingan sejarah pencetakan ORI pada Desa Klegen Kota Madiun, Desa Dungus Kabupaten Madiun, Desa Walikukun Kabupaten Ngawi, dan Kabupaten Ponorogo yang merupakan wilayah kerja Kantor Bea Cukai Madiun saat ini. Perjuangan dibalik mempertahankan Oeang Repoeblik Indonesia ternyata bukan perkara yang mudah. Terekam jejak di Kota Madiun, terdapat makam seorang pahlawan yang telah berjasa dalam pencetakan ORI. Beliau gugur di tangan penjajah ketika berusaha menyelamatkan peralatan percetakan ORI di Klegen, Kota Madiun.

Beliau adalah Widjojo Soetjipto. Soetjipto merupakan salah seorang tokoh yang mendapatkan gelar Tanda Penghargaan dan Medali Karya Artha karena telah berjasa dalam pencetakan ORI (Oeang Repoeblik Indonesia). Berikut adalah sekilas perjuangan Soetjipto, seorang pegawai percetakan kaleng NIMEF di Kendalpayak, Kabupaten Malang yang berhasil mengambil alih percetakan NIMEF untuk dijadikan Percetakan Uang RI pada masa Proklamasi Kemerdekaan.

“Pada waktu Aksi Militer Belanda ke I Tahun 1947, Soetjipto berhasil menyelamatkan 9 buah mesin cetak, 2 buah mesin potong, dan 1 buah mesin pengaduk tinta untuk diusingkan hingga percetakan tersebut dapat berdiri dan bekerja kembali di desa Kanten, Kabupaten Ponorogo. Percetakan yang dijalankan oleh Soetjipto, kembali mengalami serangan pada peristiwa PKI di Madiun, yang membuat Kabupaten Ponorogo dikuasai oleh PKI. Laskar PKI menyerbu Percetakan Uang Kanten dan mengangkut hasil cetakan serta merusak mesin-mesin agar tidak dapat berproduksi lagi. Nyawa Soetjipto terancam, namun Tuhan masih melindungi jiwanya. Berkat ketabahan dan keuletan Soetjipto, mesin-mesin segera dilakukan perbaikan dan dapat bekerja kembali.

Menjelang Aksi Militer Belanda ke II, percetakan diperintahkan untuk di ungsikan ke Dungus, Kabupaten Madiun atau Walikukun, Kabupaten Ngawi. Pada tanggal 17 Desember 1948 malam, seluruh percetakan termasuk persediaan uang serta karyawannya yang ada diangkut dengan kereta api ke Madiun. Sayangnya, sejak tanggal 18 Desember 1948 tanpa sepengetahuan Soetjipto, Madiun telah diduduki oleh tentara Belanda. Kereta api yang mengangkut uang dan alat-alat percetakan dikuasai oleh tentara Belanda dan seluruh karyawan ditawan.

Soetjipto sebagai pimpinan percetakan telah dipaksa untuk bekerjasama dengan Belanda, namun ajakan tersebut ditolak dengan tegas. Atas keteguhan Soetjipto yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda, maka pada tanggal 2 Januari 1949 disaksikan oleh isteri dan anak-anaknya yang masih kecil, Soetjipto telah diambil dari rumahnya dan ditembak mati di tengah sawah yang hanya berjarak 300 meter dari rumahnya di desa Klegen, Kota Madiun. Soetjipto gugur di usia 30 tahun.

Pada peristiwa pembunuhan tersebut, ikut dibunuh pula seorang bernama Soedarno seorang juru ketik percetakan yang baru saja pulang berbelanja dan yang berusaha membela almarhum sebagai atasannya. Atas prakarsa pemerintah, pada tahun 1950 makam Soetjipto dan Soedarno dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan  di Kota Madiun dan tetap tidak terpisahkan dalam satu liang kubur.”

Untuk mengenang jasa Soetjipto, saat ini telah diabadikan patung Soetjipto di  pintu masuk Museum Reksa Artha yang diresmikan oleh Direktur Utama Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) pada 30 Januari 1989.

Menilik sejarah perjuangan bangsa, ditengah-tengah perjuangan senjata mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin bangsa, menetapkan perlunya sarana bagi kelancaran pemerintahan dan sekaligus sebagai alat yang dapat menggelorakan semangat perjuangan dan menegaskan kehadiran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sarana tersebut adalah Oeang Republik Indonesia (ORI) yang dengan Undang-Undang No.19 Tahun 1946 ditetapkan sebagai alat pembayaran yang sah bagi seluruh wilayah Nusantara, dan mulai beredar pertama kali pada 30 Oktober 1946.

Hari terbitnya ORI ditetapkan sebagai Hari Oeang Republik Indonesia atau sekarang dikenal dengan Hari Keuangan Nasional diperingati setiap tanggal 30 Oktober sebagai pengingat bahwa kemunculan uang milik Indonesia merupakan alat pemersatu bangsa sekaligus lambang identitas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia di mata dunia. Dari kisah perjalanan ORI tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa perjuangan mempertahankan Indonesia merdeka tidak hanya dilakukan dengan perang ataupun diplomasi tetapi juga di bidang ekonomi.

Sumber :
– Sambutan Menteri Keuangan pada Upacara Penyerahan Tanda Penghargaan kepada Ahli Waris Sdr. Sutjipto 21 Maret 1985.
– Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 1058/KMK.01/1984 Tentang Pemberian Tanda Penghargaan Kepada Mereka yang Berjasa dalam Pencetakan ORI.

Post Author: nimda

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *